Saking panasnya, majelis ulama Uni Emirat Arab mengeluarkan fatwa, boleh tak berpuasa.
VIVAnews - Puasa Ramadhan tahun ini mungkin yang paling 'menguji iman' bagi umat muslim di Timur Tengah.
Tak hanya menahan lapar dan dahaga, di sama umat muslim juga harus kuat menghadapi panasnya suhu udara.
Seperti dilaporkan AP, gelombang panas telah menyelimuti Timur Tengah. Panasnya cuaca mencapai 100 derajat Fahrenheit atau 38 derajat Celcius.
Beberapa negara mengambil langkah untuk meringankan jalannya ibadah puasa di tengah cuaca panas. Pemerintah Yordania, Lebanon, dan Palestina mengurangi jam kerja para PNS dari delapan menjadi enam jam kerja.
Sementara di Lebanon, para pekerja konstruksi memilih bekerja pada malam hari.
Di Uni Emirat Arab, majelis ulama setempat mengeluarkan fatwa -- membolehkan buruh untuk makan, jika kondisi terlalu panas atau sulit untuk berpuasa.
Tak hanya di Timur Tengah, cuaca panas ekstrim melanda dunia. Bulan Juli lalu di Jepang, hawa panas telah menelan korban jiwa sebanyak 66 orang dan sudah mengirim 15 ribu orang ke rumah sakit. Korban terbesar adalah para lansia.
Gelombang panas juga menyerang China. Akhir Juli lalu, Beijing mengalami musim panas terlama dalam sepuluh tahun ini dengan temperatur harian mencapai 35 derajat Celcius. Suhu dengan panas setinggi itu tanpa jeda selama sepuluh hari.
Bumi yang kian panas memaksa para ahli untuk menganalisa lalu menjelaskannya kepada khayalak ramai. Badan Nasional Administrasi Kelautan dan Atmosfer Amerika Serikat melansir bahwa suhu global bulan Januari dan Juni 2010 adalah rekor terpanas sejak tahun 1880 -- ketika pembacaan suhu mulai akurat.
Serangan hawa panas kali ini menyapu sejumlah negara di berbagai belahan dunia, dengan dampak yang berbeda-beda. Di Rusia, efeknya lebih menggerikan. Gelombang panas menyebabkan kebakaran hebat di sejumlah kawasan hutan. Tak hanya menimbulkan kerugian ekonomi -- rugi US$ 15 miliar tapi juga menewaskan belasan orang.
Kebakaran lantaran suhu memanas itu juga mengancam bangkitnya partikel radioaktif yang tersisa dari bencana nuklir Chernobyl 1986 ke atmosfer.
"Bahaya itu masih di sana," kata Vladimir Chuprov dari Greenpeace Rusia kepada AP, seperti dimuat Al Jazeera, Kamis 12 Agustus 2010.
Unsur-unsur radioaktif paling berbahaya yang ditinggalkan oleh kecelakaan Chernobyl adalah caesium dan strontium, yang dengan pemaparan berulang dapat meningkatkan risiko kanker dan kelainan genetik.
Harga mahal yang harus dibayar manusia
Lalu apa yang menyebabkan cuaca itu begitu ekstrim akhir-akhir ini? Seperti dimuat situs Daily Mail, para ilmuwan yakin cuaca ekstrim, seperti banjir Pakistan dan gelombang panas di Rusia disebabkan oleh adanya penyimpangan perilaku arus jet (jetstream).
Arus jet adalah angin yang berada di altitude tinggi yang mengelilingi dunia -- dari barat ke timur dan biasanya mendorong kelembaban yaang ringan Atlantik sampai Inggris Raya.
Arus ini dibawa oleh gelombang Rossby yang biasanya menghasilkan pola yang khas seperti gelombang. Gelombang Rossbi menunjukkan pola tak biasa saat ini.
Sejak pertengahan Juli, saat biasanya mengarah ke timur, arus jet terblokir oleh gelombang Rossby yang menghadangnya.
Arus jet itu adalah perangkap sistem cuaca. Udara hangat tersedot ke puncak sementara udara dingin menuju ke 'palung.
Profesor Reading yakin, arus jet yang terblokir di belakang fenomena panas di Jepang yang menewaskan 60 orang dan mengakhir tiba-tiba cuaca hangat di Inggris.
Juga penyebab banjir di Pakistan dan gelombang panas di Rusia.
Sementara, para pakar iklim dan cuaca dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan, banjir di Pakistan, kebakaran hutan di Rusia, serta tanah longsor di China dalam beberapa pekan terakhir merupakan bukti bahwa prediksi pemanasan global sangat tepat.
Jean-Pascal van Ypersele, wakil presiden badan PBB yang memonitor pemanasan global - Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) - mengatakan bahwa pola-pola cuaca dramatis ini konsisten dengan perubahan iklim yang ditimbulkan oleh manusia.
"Ini adalah peristiwa-peristiwa yang muncul kembali dan makin intensif di tengah iklim yang terganggu efek rumah kaca," kata Ypersele seperti dikutip dari laman harian Telegraph, Selasa, 10 Agustus 2010.
"Peristiwa ekstrim seperti ini merupakan salah satu contoh di mana perubahan iklim yang dramatis bisa tampak secara nyata," lanjut Ypersele.
Panel Perubahan Iklim PBB sebelumnya telah memperingatkan, tanpa tindakan mengurangi efek rumah kaca, suhu global bisa naik 6 derajat celcius di akhir abad ini. Makin sulit bagi manusia untuk hidup di Bumi.
"Ini adalah pesan, bahwa ada harga yang harus kita bayar mahal -- jika tidak mengambil tindakan melawan pemanasan global," kata juru bicara The National Wildlife Federation, Tony Iallonardo, seperti dimuat laman Global Nation, 12 Agustus 2010.
"Ada harga dalam hal kehidupan dan juga harga struktural yang harus dipertimbangkan untuk mempersiapkan diri lebih baik menghadapi pemanasan global."
"Termasuk mengkondisikan para lanjut usia -- pihak yang paling rentan-- untuk siap menanggung risiko kesehatan," tambah dia.
vivanews
0 komentar:
Posting Komentar